Pandangan Islam Tentang Perayaan Tahun Baru Masehi
Assalamu alaikum wr.wb
Ratusan ribu warga kota Medan, jutaan warga Sumut, dan ratusan juta penduduk Indonesia mayoritas umat Islam diperkirakan merayakan datangnya peralihan tahun baru.
Dengan datangnya tahun baru nanti diharapkan kehidupan bangsa-bangsa di dunia khususnya di Indonesia semakin baik. Walaupun para ulama banyak yang mengharamkan umat Islam ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi namun pencerahan dari kalangan ustadz dan guru agama itu kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Alasannya, seluruh dunia merayakannya dan mereka bersikeras tidak ada sangkut pautnya dengan kaidah agama, melainkan milik semua orang di dunia.
Kita yakin dan berharap tidak ada dari kalangan umat Islam yang ikut merayakan datangnya tahun baru Masehi untuk meniru dan menyemarakkan ritual agama lain. Dan mungkin hanya sebagian saja sekadar ikut-ikutan takut dibilang tidak anak gaul.
Sedikit sejarah tahun baru Masehi pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai Kaisar Roma.Sebelum Caesar terbunuh dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi Agustus. Saat ini, tahun baru Masehi-- 1 Januari-- dijadikan sebagai salah satu hari suci umat Kristen dan Yahudi. Namun kenyataannya, tahun baru itu sudah lama menjadi tradisi sekuler yang menjadikannya sebagai hari libur umum untuk warga dunia, termasuk Indonesia dikarenakan umat Islam banyak tidak mengetahui sejarahnya.
Memang di kalangan ulama saja berbeda pendapat seputar merayakan tahun baru Masehi ini. Kelompok Ustadz Yahya Tambunan tegas mengharamkannya meskipun dilakukan kegiatan zikir dan mengakhirinya dengan pembakaran kembang api. Sedangkan kelompok M. Hatta dan Hasan Bakti Nst membolehkannya tergantung niat. Jika dimaksudkan untuk menyemarakkan kegiatan agama lain tentu tidak dibolehkan, tapi kegiatan zikir menyambut tahun baru itu lebih baik (Waspada, 27/12).
Hemat kita, MUI pusat dan MUI daerah punya kewajiban memberikan informasi-pencerahan dan mengedukasi umat Islam terkait dengan upaya menyemarakkan tahun baru Hijriyah dan melarang umatnya ikut-ikutan merayakan tahun baru Masehi. Sayangnya, fungsi MUI masih belum berjalan dengan efektif sekalipun sudah berdiri sejak 1975. Di antara fungsi yang diemban MUI --tempat berkumpulnya para ulama dan cendekiawan muslim-- adalah melakukan Amar Makruf Nahi Munkar, membimbing dan pelayanan umat, serta membuat fatwa.
Tahun baru Islam (Hijriyah) baru saja berlalu dengan kondisi serba apa adanya, jauh dari meriah. Umat Islam belum banyak yang tergerak hatinya untuk melakukan perubahan dengan mencintai sejarah Hijriyah ketimbang sejarah Masehi. Akibatnya berbagai kegiatan terkait peringatan tahun baru Hijriyah hanya dihadiri sebagian kecil umat Islam di kota-kota besar saja. Padahal, panitia sudah berupaya membuat dan mendatangkan penceramah kondang dan artis Islami dll.
Akan sangat bertolak belakang dengan peringatan tahun baru Masehi. Masyarakat dari segala umur dan etnis menyemut merayakannya di jalan-jalan, hotel-hotel, lapangan terbuka, lokasi wisata tanpa diundang bahkan harus membayar mahal. Mereka pesta semalam suntuk, meniup terompet, membakar kembang api, berjoget ria, bahkan pesta minuman keras dan melakukan seks bebas. Situasinya dibuat serba modern, gemerlap, dan hura-hura.
Yang membuat kita prihatin adalah pelakunya banyak dari kalangan generasi muda Islam sehingga dapat dipastikan mereka selama ini kurang mendapatkan pendidikan agama secara benar di sekolah maupun di dalam keluarganya. Jika saja mereka tahu sejarah tahun baru Masehi pastilah tidak akan ikut merayakannya.
Memang dalam Islam tidak boleh kita meniru ritual atau meniru cara-cara umat dari agama lain. Islam punya aturan sendiri, namun tidak boleh ditambah-tambahi juga bisa menjadi bid’ah. Itu sebabnya sebagian ulama selalu berbeda pendapat dalam merayakan tahun baru Hijriyah apalagi dalam merayakan datangnya tahun baru Masehi semakin berbeda pendapatnya.
Sebagian ulama menyatakan tidak ada ritual khusus dan doa-doa khusus terkait dengan tahun baru Hijriyah, apalagi Masehi, sehingga mengadakan zikir pun tidak ada ketentuannya—kata sebagian ulama. Namun kita sepakat terpulang dari niatnya harus islami. Jika niatnya untuk beribadah, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta (Allah SWT) tentunya boleh kapan dan di mana saja, tidak terkecuali pas pada peringatan datangnya tahun baru Masehi.
From Muslim :
"Yang pasti, tidak dibolehkan menyambut datangnya tahun baru Islam dengan cara-cara yang tidak islami, apalagi merayakan tahun baru Masehi."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar